Senin, 31 Desember 2012

Cerita Dewasa ML Dengan Tante Kost (Lesbian)

Cerita Dewasa ML Dengan Tante Kost (Lesbian) ~ Seperti biasanya Berita Gue akan berbagi kumpulan cerita hanya di blog http://muna-fik.blogspot.com/ Berita gue akan Berbagi Cerita Ngentot, Cerita ML, Sex Porno dan Cerita Bercinta. Kali ini Berita gue mengambil topik cerita berjudul "Cerita Dewasa ML Dengan Tante Kost (Lesbian)"




Berikut Cerita yang Berjudul "Cerita Dewasa ML Dengan Tante Kost (Lesbian)
Cerita Dewasa ML Dengan Tante Kost (Lesbian)-Aku adalah mahasiswi disebuah universitas swasta di kota. Awal mula aku mengalami Making Love dengan seorang wanita yang mengubah orientasi seksualku menjadi seorang biseksual, aku mengalami percintaan sesama jenis ketika usiaku 20 tahun dengan seorang wanita berusia 45 tahun, entah mengapa semuanya terjadi begitu saja terjadi mungkin ada dorongan libidoku yang ikut menunjang semua itu dan semua ini telah kuceritakan dalam “Rahasiaku.”


Wanita itu adalah Ibu Kos-ku, ia bernama Tante Maria, suaminya seorang pedagang yang sering keluar kota. Dan akibat dari pengalaman bercinta dengannya aku mendapat pelayanan istimewa dari Ibu Kos-ku, tetapi aku tak ingin menjadi lesbian sejati, sehingga aku sering menolak bila diajak bercinta dengannya, walaupun Tante Maria sering merayuku tetapi aku dapat menolaknya dengan cara yang halus, dengan alasan ada laporan yang harus kukumpulkan besok, atau ada test esok hari sehingga aku harus konsentrasi belajar, semula aku ada niat untuk pindah kos tetapi Tante Maria memohon agar aku tidak pindah kos dengan syarat aku tidak diganggu lagi olehnya, dan ia pun setuju. Sehingga walaupun aku pernah bercinta dengannya seperti seorang suami istri tetapi aku tak ingin jatuh cinta kepadanya, kadang aku kasihan kepadanya bila ia sangat memerlukanku tetapi aku harus seolah tidak memperdulikannya. Kadang aku heran juga dengan sikapnya ketika suaminya pulang kerumah mereka seakan tidak akur, sehingga mereka berada pada kamar yang terpisah.


Hingga suatu hari ketika aku pulang malam hari setelah menonton bioskop dengan teman priaku, waktu itu jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, karena aku mempunyai kunci sendiri maka aku membuka pintu depan, suasana amat sepi lampu depan sudah padam, kulihat lampu menyala dari balik pintu kamar kos pramugari itu,


“Hmm.. ia sudah datang,” gumamku, aku langsung menuju kamarku yang letaknya bersebelahan dengan kamar pramugari itu. aku bersihkan wajahku dan berganti pakaian dengan baju piyamaku, lalu aku menuju ke pembaringan, tiba-tiba terdengar rintihan-rintihan yang aneh dari kamar sebelah. Aku jadi penasaran karena suara itu sempat membuatku takut, kucoba memberanikan diri untuk mengintip kamar sebelah karena kebetulan ada celah udara antara kamarku dengan kamar pramugari itu, walaupun ditutup triplek aku mencoba untuk melobanginya, kuambil meja agar aku dapat menjangkau lubang udara yang tertutup triplek itu.


Lalu pelan pelan kutusukan gunting tajam agar triplek itu berlobang, betapa terkejutnya aku ketika kulihat pemandangan di kamar sebelahku. Aku melihat Tante Maria menindih seorang wanita yang kelihatan lebih tinggi, berkulit putih, dan berambut panjang, mereka berdua dalam keadaan bugil, lampu kamarnya tidak dipadamkan sehingga aku dapat melihat jelas Tante Maria sedang berciuman bibir dengan wanita itu yang mungkin pramugari itu. Ketika Tante Maria menciumi lehernya, aku dapat melihat wajah pramugari itu, dan ia sangat cantik wajahnya bersih dan mempunyai ciri khas seorang keturunan ningrat. Ternyata pramugari itu juga terkena rayuan Tante Maria, ia memang sangat mahir membuat wanita takluk kepadanya, dengan sangat hati-hati Tante Maria menjilati leher dan turun terus ke bawah. Bibir pramugari itu menganga dan mengeluarkan desahan-desahan birahi yang khas, wajahnya memerah dan matanya tertutup sayu menikmati kebuasan Tante Maria menikmati tubuhnya itu. Tangan Tante Maria mulai memilin puting payudara pramugari itu, sementara bibirnya menggigit kecil puting payudara sebelahnya. Jantungku berdetak sangat kencang sekali menikmati adegan itu, belum pernah aku melihat adegan lesbianisme secara langsung, walaupun aku pernah merasakannya. Dan ini membuat libidoku naik tinggi sekali, aku tak tahan berdiri lama, kakiku gemetaran, lalu aku turun dari meja tempat aku berpijak, walau aku masih ingin menyaksikan adegan mereka berdua.


Dadaku masih bergemuru. Entah mengapa aku juga ingin mengalami seperti yang mereka lakukan. Kupegangi liang vaginaku, dan kuraba klitorisku, seiring erangan-erangan dari kamar sebelah aku bermasturbasi sendiri. Tangan kananku menjentik-jentikan klitorisku dan tangan kiriku memilin-milin payudaraku sendiri, kubayangkan Tante Maria mencumbuiku dan aku membayangkan juga wajah cantik pramugari itu menciumiku, dan tak terasa cairan membasahi tanganku, walaupun aku belum orgasme tapi tiba-tiba semua gelap dan ketika kubuka mataku, matahari pagi sudah bersinar sangat terang. Aku mandi membersihkan diriku, karena tadi malam aku tidak sempat membersihkan diriku. Aku keluar kamar dan kulihat mereka berdua sedang bercanda di sofa. Ketika aku datang mereka berdua diam seolah kaget dengan kehadiranku. Tante Maria memperkenalkan pramugari itu kepadaku.


“Rus, kenalkan ini pramugari kamar sebelahmu.”


Kusorongkan tangan kepadanya untuk berjabat tangan dan ia membalasnya.


“Hai, cantik namaku Vera, namamu aku sudah tahu dari Ibu Kos, semoga kita dapat menjadi teman yang baik.”


Kulihat sinar matanya sangat agresif kepadaku, wajahnya memang sangat cantik, membuatku terpesona sekaligus iri kepadanya, ia memang sempurna. Aku menjawab dengan antusias juga.
“Hai, Kak, kamu juga cantik sekali, baru pulang tadi malam.”


Dan ia mengangguk kepala saja, aku tak tahu apa lagi yang diceritakan Tante Maria kepadanya tentang diriku, tapi aku tak peduli kami beranjak ke meja makan. Di meja makan sudah tersedia semua masakan yang dihidangkan oleh Tante Maria, kami bertiga makan bersama. Kurasakan ia sering melirikku walaupun aku juga sesekali meliriknya, entah mengapa dadaku bergetar ketika tatapanku beradu dengan tatapannya.


Tiba-tiba Tante Maria memecahkan kesunyian,


“Hari ini Tante harus menjenguk saudara Tante yang sakit, dan bila ada telpon untuk Tante atau dari suami Tante, tolong katakan Tante ke rumah Tante Diana.”


Kami berdua mengangguk tanda mengerti, dan selang beberapa menit kemudian Tante Maria pergi menuju rumah saudaranya. Dan tinggallah aku dan Vera sang pramugari itu, untuk memulai pembicaraan aku mengajukan pertanyaan kepadanya.


“Kak Vera, rupanya sudah kos lama disini.”


Dan Vera pun menjawab, “Yah, belum terlalu lama, baru setahun, tapi aku sering bepergian, asalku sendiri dari kota “Y”, aku kos disini hanya untuk beristirahat bila perusahaan mengharuskan aku untuk menunggu shift disini.”


Aku mengamati gaya bicaranya yang lemah lembut menunjukan ciri khas daerahnya, tubuhnya tinggi semampai. Dari percakapan kami, kutahu ia baru berumur 26 tahun. Tiba-tiba ia menanyakan hubunganku dengan Tante Maria. Aku sempat kaget tetapi kucoba menenangkan diriku bahwa Tante Maria sangat baik kepadaku. Tetapi rasa kagetku tidak berhenti disitu saja, karena Vera mengakui hubungannya dengan Tante Maria sudah merupakan hubungan percintaan. Aku pura-pura kaget.


“Bagaimana mungkin kakak bercinta dengannya, apakah kakak seorang lesbian,” kataku.


Vera menjawab, “Entahlah, aku tak pernah berhasil dengan beberapa pria, aku sering dikhianati pria, untung aku berusaha kuat, dan ketika kos disini aku dapat merasakan kenyamanan dengan Tante Maria, walaupun Tante Maria bukan yang pertama bagiku, karena aku pertama kali bercinta dengan wanita yaitu dengan seniorku.”


Kini aku baru mengerti rahasianya, tetapi mengapa ia mau membocorkan rahasianya kepadaku aku masih belum mengerti, sehingga aku mencoba bertanya kepadanya,


“Mengapa kakak membocorkan rahasia kakak kepadaku.”


Dan Vera menjawab, “Karena aku mempercayaimu, aku ingin kau lebih dari seorang sahabat.”


Aku sedikit kaget walaupun aku tahu isyarat itu, aku tahu ia ingin tidur denganku, tetapi dengan Vera sangat berbeda karena aku juga ingin tidur dengannya. Aku tertunduk dan berpikir untuk menjawabnya, tetapi tiba-tiba tangan kanannya sudah menyentuh daguku.


Ia tersenyum sangat manis sekali, aku membalas senyumannya. Lalu bibirnya mendekat ke bibirku dan aku menunggu saat bibirnya menyentuhku, begitu bibirnya menyentuh bibirku aku rasakan hangat dan basah, aku membalasnya. Lidahnya menyapu bibirku yang sedkit kering, sementara bibirku juga merasakan hangatnya bibirnya. Lidahnya memasuki rongga mulutku dan kami seperti saling memakan satu sama lain. Sementara aku fokus kepada pagutan bibirku, kurasakan tangannya membuka paksa baju kaosku, bahkan ia merobek baju kaosku. Walau terkejut tapi kubiarkan ia melakukan semuanya, dan aku membalasnya kubuka baju dasternya. Ciuman bibir kami tertahan sebentar karena dasternya yang kubuka harus dibuka melewati wajahnya.


Kulihat Bra hitamnya menopang payudaranya yang lumayan besar, hampir seukuran denganku tetapi payudaranya lebih besar. Ketika ia mendongakkan kepalanya tanpa menunggu, aku cium leher jenjangnya yang sexy, sementara tanggannya melepas bra-ku seraya meremas-remas payudaraku. Aku sangat bernafsu saat itu aku ingin juga merasakan kedua puting payudaranya. Kulucuti Bra hitamnya dan tersembul putingnya merah muda tampak menegang, dengan cepat kukulum putingnya yang segar itu. Kudengar ia melenguh kencang seperti seekor sapi, tapi lenguhan itu sangat indah kudengar. Kunikmati lekuk-lekuk tubuhnya, baru kurasakan saat ini seperti seorang pria, dan aku mulai tak dapat menahan diriku lalu kurebahkan Vera di sofa itu. Kujilati semua bagian tubuhnya, kulepas celana dalamnya dan lidahku mulai memainkan perannya seperti yang diajarkan Tante Maria kepadaku. Entah karena nafsuku yang menggebu sehingga aku tidak jijik untuk menjilati semua bagian analnya. Sementara tubuh Vera menegang dan Vera menjambak rambutku, ia seperti menahan kekuatan dasyat yang melingkupinya.


Ketika sedang asyik kurasakan tubuh Vera, tiba-tiba pintu depan berderit terbuka. Spontan kami berdua mengalihkan pandangan ke kamar tamu, dan Tante Maria sudah berdiri di depan pintu. Aku agak kaget tetapi matanya terbelalak melihat kami berdua berbugil. Dijatuhkannya barang bawaannya dan tanpa basa-basi ia membuka semua baju yang dikenakannya, lalu menghampiri Vera yang terbaring disofa. Diciuminya bibirnya, lalu dijilatinya leher Vera secara membabi buta, dan tanggannya yang satu mencoba meraihku. Aku tahu maksud Tante Maria, kudekatkan wajahku kepadanya, tiba-tiba wajahnya beralih ke wajahku dan bibirnya menciumi bibirku. aku membalasnya, dan Vera mencoba berdiri kurasakan payudaraku dikulum oleh lidah Vera. Aku benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa kami bercinta bertiga. Untung waktu itu hujan mulai datang sehingga lingkungan mulai berubah menjadi dingin, dan keadaan mulai temaram. Vera kini melampiaskan nafsunya menjarah dan menikmati tubuhku, sementara aku berciuman dengan Tante Maria. Vera menghisap klitorisku, aku tak tahu perasaan apa pada saat itu. Setelah mulut Tante Maria meluncur ke leherku aku berteriak keras seakan tak peduli ada yang mendengar suaraku. Aku sangat tergetar secara jiwa dan raga oleh kenikmatan sensasi saat itu.


Kini giliranku yang dibaringkan di sofa, dan Vera masih meng-oral klitorisku, sementara Tante Maria memutar-mutarkan lidahnya di payudaraku. Akupun menjilati payudara Tante Maria yang sedikit kusut di makan usia, kurasakan lidah-lidah mereka mulai menuruni tubuhku. Lidah Vera menjelejah pahaku dan lidah Tante Maria mulai menjelajah bagian sensitifku. Pahaku dibuka lebar oleh Vera, sementara Tante Maria mengulangi apa yang telah dilakukan Vera tadi, dan kini Vera berdiri dan kulihat ia menikmati tubuh Tante Maria. Dijilatinya punggung Tante Maria yang menindihku dengan posisi 69, dan Vera menelusuri tubuh Tante Maria. Tetapi kemudian ia menatapku dan dalam keadaan setengah terbuai oleh kenikmatan lidah Tante Maria. Vera menciumi bibirku dan aku membalasnya juga, hingga tak terasa kami berjatuhan dilantai yang dingin. Aku sangat lelah sekali dikeroyok oleh mereka berdua, sehingga aku mulai pasif. Tetapi mereka masih sangat agresif sekali, seperti tidak kehabisan akal Vera mengangkatku dan mendudukan tubuhku di kedua pahanya, aku hanya pasrah. Sementara dari belakang Tante Maria menciumi leherku yang berkeringat, dan Vera dalam posisi berhadapan denganku, ia menikmatiku, menjilati leherku, dan mengulum payudaraku. Sementara tangan mereka berdua menggerayangi seluruh tubuhku, sedangkan tanganku kulingkarkan kebelakang untuk menjangkau rambut Tante Maria yang menciumi tengkuk dan seluruh punggungku.


Entah berapa banyak rintihan dan erangan yang keluar dari mulutku, tetapi seakan mereka makin buas melahap diriku. Akhirnya aku menyerah kalah aku tak kuat lagi menahan segalanya aku jatuh tertidur, tetapi sebelum aku jatuh tertidur kudengar lirih mereka masih saling menghamburkan gairahnya. Saat aku terbangun adalah ketika kudengar dentang bel jam berbunyi dua kali, ternyata sudah jam dua malam hari. Masih kurasakan dinginnya lantai dan hangatnya kedua tubuh wanita yang tertidur disampingku. Aku mencoba untuk duduk, kulihat sekelilingku sangat gelap karena tidak ada yang menyalakan lampu, dan kucoba berdiri untuk menyalakan semua lampu. Kulihat baju berserakan dimana-mana, dan tubuh telanjang dua wanita masih terbuai lemas dan tak berdaya. Kuambilkan selimut untuk mereka berdua dan aku sendiri melanjutkan tidurku di lantai bersama mereka. Kulihat wajah cantik Vera, dan wajah anggun Tante Maria, dan aku peluk mereka berdua hingga sinar matahari datang menyelinap di kamar itu.


Pagi datang dan aku harus kembali pergi kuliah, tetapi ketika mandi seseorang mengetuk pintu kamar mandi dan ketika kubuka ternyata Vera dan Tante Maria. Mereka masuk dan di dalam kamar mandi kami melakukan lagi pesta seks ala lesbi. Kini Vera yang dijadikan pusat eksplotasi, seperti biasanya Tante Maria menggarap dari belakang dan aku menggarap Vera dari depan. Semua dilakukan dalam posisi berdiri. Tubuh Vera yang tinggi semampai membuat aku tak lama-lama untuk berciuman dengannya aku lebih memfokuskan untuk melahap buah dadanya yang besar itu. Sementara tangan Tante Maria membelai-belai daerah sensitif Vera. Dan tanganku menikmati lekuk tubuh Vera yang memang sangat aduhai. Percintaan kami dikamar mandi dilanjutkan di ranjang suami Tante Maria yang memang berukuran besar, sehingga kami bertiga bebas untuk berguling, dan melakukan semua kepuasan yang ingin kami rengkuh. Hingga pada hari itu aku benar-benar membolos masuk kuliah.


Hari-hari berlalu dan kami bertiga melakukan secara berganti-ganti. Ketika Vera belum bertugas aku lebih banyak bercinta dengan Vera, tetapi setelah seminggu Vera kembali bertugas ada ketakutan kehilangan akan dia. Mungkin aku sudah jatuh cinta dengan Vera, dan ia pun merasa begitu. Malam sebelum Vera bertugas aku dan Vera menyewa kamar hotel berbintang dan kami melampiaskan perasaan kami dan benar-benar tanpa nafsu. Aku dan Vera telah menjadi kekasih sesama jenis. Malam itu seperti malam pertama bagiku dan bagi Vera, tanpa ada gangguan dari Tante Maria. Kami bercinta seperti perkelahian macan yang lapar akan kasih sayang, dan setelah malam itu Vera bertugas di perusahaan maskapai penerbangannya ke bangkok.


Entah mengapa kepergiannya ke bandara sempat membuatku menitikan air mata, dan mungkin aku telah menjadi lesbian. Karena Vera membuat hatiku dipenuhi kerinduan akan dirinya, dan aku masih menunggu Vera di kos Tante Maria. Walaupun aku selalu menolak untuk bercinta dengan Tante Maria, tetapi saat pembayaran kos, Tante Maria tak ingin dibayar dengan uang tetapi dengan kehangatan tubuhku di ranjang. Sehingga setiap satu bulan sekali aku melayaninya dengan senang hati walaupun kini aku mulai melirik wanita lainnya, dan untuk pengalamanku selanjutnya kuceritakan dalam kesempatan yang lain.

Cerita Nikmatnya Jadi Pahlawan Digilir Wanita

Cerita Nikmatnya Jadi Pahlawan Digilir Wanita~ Seperti biasanya Berita Gue akan berbagi kumpulan cerita hanya di blog http://muna-fik.blogspot.com/ Berita gue akan Berbagi Cerita Ngentot, Cerita ML, Sex Porno dan Cerita Bercinta. Kali ini Berita gue mengambil topik cerita berjudul "Cerita Nikmatnya Jadi Pahlawan Digilir Wanita"


Berikut Cerita yang Berjudul "Cerita Nikmatnya Jadi Pahlawan Digilir Wanita"

Cerita Nikmatnya Jadi Pahlawan Digilir Wanita-Saya berasal dari Tasikmalaya dan sudah 2 tahun menempuh kuliah di Jakarta. Di sini aku tinggal di sebuah rumah kost yang dihuni banyak mahasiswa perantauan sepertiku. Kisah ini bermula ketika aku sedang berbelanja ke sebuah mall di Jakarta. Aku tidak sendirian, tapi bersama 2 gadis teman kostku, mereka adalah Diana dan Sinta. Keduanya cantik dan sama-sama warga keturunan sepertiku. Diana adalah seniorku semester akhir, sama-sama jurusan manajemen denganku, sifatnya pendiam, banyak yang mengatakan dia judes karena jarang tersenyum, karena sifat tertutupnya inilah temannya cuma sedikit, tapi kalau sudah akrab ternyata orangnya baik dan menyenangkan. Dia sering membantuku dalam tugas-tugas kuliah. Hubungan kami seperti kakak adik, orangnya putih cantik, tinggi, rambut panjang, wajah oval dan bodinya ideal, kalau dilihat-lihat mirip dengan Vivian Hsu, sedangkan Sinta seangkatan denganku tapi dari fakultas psikologi, pacarnya adalah salah satu temanku yang sedang belajar di luar negeri, sifatnya periang dan humoris, kadang-kadang suka bercanda kelewatan, tingginya skitar 160 cm, bodinya langsing, berambut lurus sebahu, wajahnya putih licin dengan hidung mancung, dia dan aku termasuk beberapa dari segelintir orang yang dekat dengan Diana.

Malam itu langit sudah gelap kira-kira jam 19:00, kami sudah selesai berbelanja dan sedang menuju tempat parkir bertingkat. Tempat itu sudah sepi dan gelap karena aku kebetulan parkir di tingkat agak atas jadi jarang ada kendaraan. Suasana di sana cukup menyeramkan hanya diterangi lampu remang-remang. Tiba-tiba kami dikejutkan oleh 2 orang preman berpenampilan sangar yang menghadang jalan kami.

"Hei babi, tunggu dulu kalo mau lewat serahin dulu duit yang kalian punya, ayo!" kata yang kurus gondrong itu.

"Wah gile bawa cewek juga nih dia, cakep-cakep lagi, eh cewek mau main sama kita nggak!" timpal temannya yang berambut cepak. Aku segera bergerak menepis tangan si cepak ketika hendak mengelus pipi Diana yang tampak ketakutan.

"Hei, hei.. kalau mau duit gua ada tapi jangan macam-macan sama temanku!" bentakku padanya.

Rupanya mereka tidak terima dan si gondrong mengeluarkan pisau lipatnya dan menyerang ke arahku, aku menghindar dan menangkap pergelangan tangannya, kupuntir dengan jurus aikido yang kupelajari sejak SMA, "Ci Diana, Sinta, cepat masuk ke mobil dan lari, jangan tunggu gua!" seruku pada mereka seraya memberi kunci mobil pada Diana, mereka segera masuk ke mobil dan kudengar mesin sudah dinyalakan tapi bukannya lari malah menungguku.

"Heh bangsat, mau jadi jagoan loe, ayo kita hajar dia dulu Wan baru kita kerjain cewek-ceweknya," kata yang gondrong pada temannya. Si cepak menerjang ke arahku tapi kutendang perutnya sampai terhuyung-huyung ke belakang.

"Ayo masih berani maju?" tantangku dengan memasang kuda-kuda. Yang cepak itu masih belum kapok, dia mengeluarkan pisaunya dan mencoba menusukku, kami sempat terlibat pertarungan seperti dalam film-film action. Tanganku sempat tersabet pisau dan membuat luka gores sepanjang kira-kira 10 cm, namun aku berhasil merebut pisau si gondrong dan kupatahkan pergelangan tangannya, sementara yang cepak terkena tinjuku pada mulutnya sehingga terlihat darah pada bibirnya.

Sebenarnya aku mulai kewalahan tapi aku mencoba tetap tenang dengan menggertak mereka dengan pisau yang kurebut sambil berdoa dalam hati, kami terdiam sesaat lalu mereka perlahan-lahan mundur, membalikkan badan dan kabur entah kemana, akhirnya berguna juga ilmu bela diri yang kupelajari selama ini. Aku segera masuk mobil, kusuruh Diana segera tancap gas, dengan wajah masih tampak tegang dia segera menjalankan mobil dan keluar dari situ.

Sinta berkata padaku, "Ihh tangan kamu berdarah tuh, kamu nggak apa-apa?". Sinta membantu mengobati lukaku dengan peralatan P3K di mobilku.

"Leo, kamu nggak apa-apa, kita ke rumah sakit ya," sambung Diana.

"Ah nggak usah kok cuma luka gores aja, nggak sampai kena tulang lagi, tinggal diobatin dan diperban sendiri aja, kalian tenang sajalah, harusnya gua yang terima kasih pada kalian, kalian sudah gua suruh kabur dulu tapi malahan nungguin, kalau gua kalah tadi gimana coba!"

"Leo, kamu masih anggap Cici ini temanmu nggak sih, kamu pikir kita tega ninggalin kamu sendirian kayak gitu!" kata Diana dengan ketus dan menatap tajam ke arahku.

"Udah Ci, lagi nyetir jangan marah-marah, Leo kan tadi kuatir keselamatan kita juga, uuhh.. kamu sih asal omong!" Sinta mencoba menenangkan sambil menyikut dadaku, aku diam saja daripada ribut sama cewek, bukannya takut tapi bikin pusing apalagi mendengar omelan Sinta kalau lagi bawel.

Sesampainya di kost, aku menyuruh mereka istirahat saja supaya tenang, aku sendiri segera masuk kamar. Kira-kira jam 9 malam, aku sedang membaca tabloid Bola, pintuku diketuk, ternyata yang datang Diana dan Sinta yang sudah memakai pakaian tidur.

"Loh, ngapain kalian berdua ke sini malam-malam begini?" tanyaku.

"Kita cuma mau berterima kasih barusan itu, kamu tadi hebat banget deh Le, mirip Jet Lee aja aksinya," puji Sinta dengan tersenyum.

"Boleh kami masuk, ngobrol-ngobrol sebentar?" tanya Diana.

Akhirnya kupersilakan mereka masuk juga mumpung belum ada yang lihat.

"Gimana lukamu Le, sori banget ya demi kita kamu jadi gini, kalo nggak ada kamu nggak tau deh gimana nasib kami," kata Sinta sambil memegangi lenganku yang sudah diperban.

"Ah luka kecil, nggak lama juga sembuh kok, kalian tenang deh."

"Le, kamu hebat deh tadi, makannya kita ke sini rencananya mau membalas budi nih, kami ada hadiah kecil buat kamu," sahut Diana.

"Oh, nggak usah Ci, kita kan temen kok pake hadiah-hadiahan segala."

"Eee, harus diterima lho kalo nggak gua nggak mau omong sama kamu lagi nih!" sambung Sinta setengah memaksa.

"Ya, iya deh, aku terima aja biar kalian puas, makasih loh."

"Tapi loe tutup mata yah, soalnya ini surprise loh," katanya lagi.

"Wah, apa sih pake rahasia segala, ya udah deh, gua merem nih," kataku.

Aku bersandar di ranjang sambil memejamkan mata, kudengar suara tirai ditutup dan Diana berkata, "Awas jangan ngintip ya, ntar batal loh hadiahnya!" disambung dengan suara Sinta ketawa cekikikan.

Akhirnya aku merasakan salah seorang duduk di sampingku dan meraih tanganku.

"Sudah siap?" ternyata suara Diana.

"Sudah, boleh buka mata belum Ci?"

"Tunggu bentar lagi." jawabnya.

Tanganku disentuh & diusapkan pada suatu benda kenyal olehnya. Betapa kagetnya aku ketika meraba benda itu ternyata adalah payudara wanita. Segera kubuka mata dan benar saja, Diana duduk di samping kiriku tanpa sehelai benangpun dan menumpangkan tanganku di payudaranya, sementara Sinta yang juga sudah polos mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu meja sehingga suasana menjadi remang-remang.
"Nah kalo gini kan jadi romantis suasananya." katanya.

Benar-benar kaget bercampur terangsang aku saat itu, aku baru pertama kalinya melihat mereka polos. Tubuh Diana ternyata benar-benar aduhai, perut rata, paha jenjang yang mulus, bulu kemaluan yang rapi dan lebat, dan payudaranya lumayan besar dan kencang, benar-benar mirip dengan Vivian Hsu yang sering kulihat gambar-gambar bugilnya. Tubuh Sinta tidak kalah menarik walaupun payudaranya tidak sebesar Diana, mungkin hanya 34 dengan puting merah muda dengan bulu kemaluan yang lebat pula.

"Loh, kok.. kok begini sih, terima kasihnya kelewatan deh kayaknya," kataku sedikit gagap dan jantungku berdebar kencang karena aku belum pernah main dengan perempuan lain selain pacarku sendiri.

"Tidak Le, kamu memang pantas menerimanya, jadi hutang budi ini impas," jawab Diana lalu dia membuka ikat rambutnya sehingga rambut panjangnya tergerai bebas sedada.

"Wah, Ci liat, mukanya merah tuh, dia malu sama kita kali," kata Sinta sambil tertawa.

"Nggak usah malu Le, kita kan temen dekat bukan orang lain," kata Diana seraya membelai pipiku dan mencium bibirku. Imanku langsung runtuh karena perlakuan mereka, begitu bibirnya menempel di bibirku segera kusambut dengan tarian lidahku di mulutnya, lidah kami saling beradu dengan penuh nafsu, tanganku sudah mulai memijat-mijat buah dadanya dan mulai turun meraba-raba paha mulusnya naik lagi ke kemaluannya dan kuberikan sentuhan halus pada klistorisnya.

Diana yang biasanya pendiam dan lemah lembut itu, malam itu begitu liar & penuh nafsu jauh dari yang sehari-hari. Sinta tidak tinggal diam, dia memelorotkan celana trainingku dan CD-ku sehingga barangku yang sudah tegang menyembul keluar. "Wah besar juga nih, pantes si Vivi betah sama lu Le," godanya. Dijilatinya senjataku dengan penuh nafsu, lalu dimasukkan ke mulutnya dan diemut-emut seperti seperti permen lolipop. Sementara ciumanku pada Diana sudah mulai turun ke dagunya, lalu ke leher. Kusibakkan rambut panjangnya ke samping kiri lalu kujilat-jilat leher kanannya, kugigit pelan sambil menyapunya dengan lidahku. Nafas Diana sudah mulai kacau matanya terpejam sambil mendesah dan meremas-remas rambutku, aku sendiri merasakan sensasi hebat pada batanganku yang sedang dikulum Sinta, baru pertama kalinya kurasakan kenikmatan bercinta dengan dua wanita.

Tanganku mulai naik dari kemaluannya menuju dadanya dan lidahku turun menuju sasaran yang sama, akhirnya kutangkap dada kanannya dengan tanganku dan dada kirinya dengan mulutku, disaat yang sama juga tangan kiriku mengelus-elus pantatnya yang indah itu. Puting yang ranum itu kusedot dan kutarik-tarik dengan mulutku dan dada kanannya kuremas-remas sambil memencet putingnya.

Setelah beberapa saat kurasakan barangku mau meledak karena kuluman Sinta.

"Sin, Sin udah stop dulu.. gua udah nggak tahan nih!" kataku terbata-bata.

Akhirnya dia menghentikan kegiatannya dan berkata, "Lu gitu ah, masa mainnya sama Ci Diana terus, kamu nggak suka Sinta ya, ntar gua bilangin loh ke Ko Hendy (pacar Diana) biar digebuk hehehe.."

"Sori dong Sin, abis kan tadi Ci Diana yang mulai dulu, jadi dia yang duluan dapet."

"Ya udah, biar adil kita undi saja siapa yang lebih dulu melayani Leo, gimana Sin?" Diana memberi usul. Mereka berdua suit dan yang menang adalah Diana.

"Yah, Sinta kalah, ya udah Cici duluan deh, jahat ah!" kata Sinta mencibir pada Diana.

"Tenang Sin kamu juga ntar kebagian kok, Leo kan kuat, ya nggak," kata Diana sambil melirik padaku. Kini Diana berbaring terlentang di ranjang dan Sinta duduk di tepi ranjang menunggu. Kuciumi sekujur tubuhnya mulai dari bibir dan sesampainya di kemaluan, kuangkat kedua kakinya ke bahuku sampai tubuhnya setengah terangkat lalu kudekatkan wajahku ke pangkal pahanya. Bulu-bulu lebat itu kusibakkan dengan jariku dan kujilati belahan di tengahnya. Lidahku bermain-main dengan ganas di daerah itu membuat tubuh Diana mengelinjang-gelinjang disertai suara-suara rintihannya. Tidak kuhiraukan lagi bahwa gadis ini sebenarnya adalah seniorku dan kuanggap kakak angkatku yang harusnya kuhormati, yang terpikir saat itu hanyalah nafsu dan nafsu yang makin membara.

Mendadak kurasakan sebuah tangan dengan jari-jarinya yang lembut menggenggam batang kemaluanku yang nganggur. Pemilik tangan lembut itu adalah Sinta yang tidak tahan hanya menjadi penonton. Dikocoknya batang kejantananku lalu dimasukkan ke mulutnya dan diemut-emut, sementara lidahku terus bekerja di liang kewanitaan Diana, tanganku membuka bibir kemaluan yang rapat itu sampai kulihat tonjolan kecil di tengahnya, dan kumasukkan lidahku lebih dalam lagi agar bisa menjilat benda itu. Rintihan Diana makin menjadi-jadi sambil meremas-remas sprei dan Sinta berpindah menciumi payudara Diana.

Sesaat kemudian kedua paha Diana mulai menjepit kepalaku, badannya tertekuk ke atas. "Oh, Leo.. akhh.. ah!" Erangan itu diiringi menyemburnya cairan hangat berwarna bening membasahi mulutku, setelah itu kuturunkan badannya dan Sinta membantuku menjilati cairan yang masih tersisa di kemaluan Diana sampai bersih, tubuh Diana mulai melemas kembali.

"Leo, kamu waktu main sama Vivi juga seperti ini ya, permainanmu bagus sekali," puji Diana padaku.

"Ah biasa aja kok Ci," sahutku sambil memiringkan tubuhnya dan kuarahkan batangku ke lubang yang sudah basah itu. Sedikit demi sedikit batang itu mulai tertancap di lubang itu diikuti desisan Diana sampai akhirnya dengan susah payah akhirnya mentok juga batangku di kemaluannya yang sempit itu. Setelah itu aku mulai memacu badanku maju mundur sambil meremas-remas payudaraya dan Sinta menjulurkan lidahnya untuk beradu dengan lidahku. Sungguh nikmat sekali rasanya menikmati pijatan-pijatan dinding liang kewanitaan Diana sambil memijat payudaranya dan bermain lidah dengan Sinta, sekali-sekali Sinta juga menjilati leher dan telingaku. Benar-benar aku merasakan diriku bagaikan seorang kaisar yang sedang dilayani selir-selirku saat itu.

Beberapa saat kemudian aku merasa mau keluar dan berkata, "Ci, mau keluar sebentar lagi nih."

"Siram di mulut.. ohh.. ahh.. di mulut Cici!" katanya lirih.

Akhirnya kami klimaks bersama dan kusuruh dia membuka mulut untuk menyemprot spermaku. Cairan putih kental membanjiri mulutnya sampai menetes di sekitar bibirnya, Sinta pun ikut menjilati spermaku yang masih berlepotan di batangku. Diana sekarang tergolek lemas dengan sisa-sisa sperma masih membekas di bibir, dagu, dan lehernya, sesudah mengatur nafas dia tersenyum padaku dan berkata, "Bisa-bisa besok pagi Cici nggak bisa kuliah gara-gara kecapean nih," jarang-jarang dia tersenyum begitu, padahal wajahnya semakin manis kalau lagi senyum. "Sama Ci, saya juga gitu mungkin, sekarang Cici istirahat aja dulu deh, Sinta udah nggak sabar nih," jawabku sambil merengkuh tubuh Sinta dalam pelukanku.

"Sin, biarin Cici istirahat di ranjang dulu ya, kita mainnya di tempat lain dulu, oke.."

"Ya terserah kamu deh, asal jangan di luar kamar, kan malu," katanya sambil memencet hidungku dengan nakal.

"Ya, iyalah masa di luar sih, dasar cewek sableng," kataku sambil membantunya berdiri.

Kami berdiri berhadapan saling peluk tanpa mengenakan selembar benangpun, kutatap wajah dan matanya dalam-dalam, semakin dilihat semakin cantik. Kurapatkan dia ke tembok, kukecup keningnya merambat ke telinganya dimana aku berbisik, "Sin, kamu pernah melakukan ini pada siapa saja?"

"Baru loe, Andry, dan bekas pacar gua di SMA, loe sendiri gimana Le, gua ini cewek keberapa yang luperlakukan begini?"

Aku terdiam sesaat lalu kujawab, "Selain Vivi dan Ci Diana mungkin kamu yang ketiga dan terakhir bagiku Sin."

"Kenapa loe bilang aku yang terakhir Le?"

"Ya, karena aku sudah berdosa pada Vivi, aku tidak mau menambahnya lagi."

"Hihihi, ternyata masih ada juga pria lugu seperti kamu Le."

Lalu dia berkata di dekat telingaku, "Jadi loe belum bisa membedakan antara seks dan cinta," habis menyelesaikan kata-kata dia langsung mengulum telingaku dan kubalas dengan meraba punggung mulus dan pantatnya.

Kami saling raba bagian-bagian sensitif selama beberapa saat dan kini kuangkat kaki kanannya masih dalam posisi berdiri dengan bersandar di tembok. Pelan-pelan kumasukkan batang kemaluanku ke liang yang sudah becek itu, benar-benar sempit milik Sinta ini, lebih sempit dari Diana sehingga dia meringis kesakitan sambil mempererat cengkramannya di pundakku saat kumasukkan batangku.

"Aduhh.. ahh.. pelan-pelan Le, sakit.. ahh..!" Sedikit demi sedikit batangku sudah masuk setengahnya.

Kuhentikan gerakanku sejenak sambil berkata, "Sin, kamu siap?"

"Siap apaan sih.. aawww..sakitt!" jeritnya. Sebab saat dia bilang 'sih' kuhujamkan sekuat tenaga sisa batangku yang belum masuk sampai mentok dan kurasakan kepala batang kejantananku menghantam dasar kemaluannya dengan kuat sehingga tubuhnya tersentak dan matanya membelakak kaget, telapak tanganku sudah kusiapkan di belakang kepalanya agar ketika terkejut kepalanya tidak membentur tembok.

"Jahat loe, bikin kaget gua aja," tanpa banyak bicara lagi kugerakkan pantatku maju mundur membuatnya mengerang-erang setiap kusentakkan tubuhku ke depan. Dadaku saling bergesekan dengan dadanya. Sambil terus menggenjot kuciumi terus bibirnya sehingga erangannya tertahan, yang terdengar hanya suara, "Emmhh.. emmhh.. emhmm.."

Beberapa saat kemudian tubuhnya kurasakan seperti menggigil dan dia mempererat pelukannya, demikian juga aku makin erat memeluknya sampai kurasakan hangat pada batang kejantananku disusul keluarnya cairan bening dari liang senggama Sinta, cairan itu mengalir deras dari sumbernya terus turun ke pahanya dan sampai ke ujung kakinya. Perlahan-lahan gerakanku melemah dan akhirnya berhenti, kuturunkan kakinya dan kulepaskan batangku yang masih menancap di kemaluannya. Tubuh Sinta yang sudah basah kuyup oleh keringat melemas kembali dan merosot sampai terduduk di lantai, keringat di punggungnya membasahi tembok di belakangnya. Kuambil tisu lalu kubersihkan cairan kenikmatan yang mengalir membasahi tungkainya.

Kami berdua terdiam sesaat memulihkan tenaga kami yang terkuras. Setelah kurasa segar kembali kuperhatikan dia yang masih terduduk lemas di lantai dengan kaki kiri ditekuk, mataku terpaku mengagumi keindahan tubuhnya membuat gairahku bangkit kembali. "Ngapain sih loe, serem amat melototin gua kaya gitu," katanya sambil menyilangkan kedua tangan menutupi dadanya. Tanpa menjawabnya kutarik lengannya lalu kubuat posisinya berdiri membelakangiku dengan kedua tangannya bertumpu di pinggir meja belajarku. "Aduh.. tunggu dulu Le, gua masih capek, loe jahat ih!"

Dengan segera kubasahi batang kejantananku dengan ludah lalu kumasukkan ke lubang pantatnya dengan paksa dan kuhentakkan biasa saja tapi dia malah menjerit histeris, "Awww.. sakit, toloongg!" Jeritannya ini sempat membuatku kaget juga karena kencang sekali, aku takut sampai mengundang perhatian tetangga sebelahku, untungnya lokasi kamarku ini agak di ujung namun jeritannya tadi cukup luar biasa. Aku melepaskan sebentar tusukanku dan mengintip dari jendela apakah ada yang datang ke sini, lega aku melihat koridor masih sepi tanpa suara dan kamar sebelahku juga sudah gelap, kurasa dia sudah terlelap.

Kudekati Sinta masih tetap dalam posisinya. "Aduh Sin, itu suara tolong dikecilin dong volumenya, gawat nih kalo ada yang tau, pake tolong segala lagi, bisa-bisa dikira ada pembunuhan."

Dasar cewek bandel, dia malah sambil tertawa berkata, "Lucu tampang kamu lagi panik Le, masa kamu lupa si Ferry tetangga sebelah loe kan lagi pulang makanya gua kagetin loe, ini balasan waktu tadi ngagetin gua (ketika posisi berdiri), jadi kita seri hihihi!"

"Ooo jadi loe sengaja ya, awas loe ayo sini tunggu ya balasan gua ntar!" kataku menghampirinya. Dia malah berkelit sambil berlari kecil.

"Wek, sini tangkep kalo bisa," ejeknya dengan menjulurkan lidah.

"Cewek bandel, awas kalo kena ya!"

"Lho kalian lagi ngapain, kok kayak anak kecil aja sih, dari tadi ribut terus," kata Diana yang sudah bangun.
"Ini Ci, gua lagi kasih pelajaran buat si bandel nih."

Akhirnya kutangkap setelah dia terdesak di lemari pakaianku di sudut ruangan, kupeluk dia dari belakang, "Nah ketangkep loe sekarang, mau ke mana lagi."

"Hihihi Leo ampun ah, jangan kasar-kasar!" dia masih tertawa-tawa ketika itu, lalu aku membuat posisinya seperti tadi lagi, kini kedua tangannya yang bertumpu pada lemari.

"Sekarang tau rasa nih balesan gua!" kataku dengan senyum penuh kemenangan.

Kutuntun batang kejantananku memasuki lubang pantatnya yang sempit, sedikit demi sedikit akhirnya amblas seluruhnya. Waktu kumasukkan suara tawanya perlahan-lahan berubah menjadi suara rintihan, senyumnya sirna berganti menjadi ekspresi kesakitan, "Hi.. hi.. hi.. Leo udah ah, lepasin ah.. ahh.. jangan.. ahh.. sakit..!" Mendengar rintihan tak karuan itu nafsuku semakin bangkit, pinggulku segera bergerak maju mundur dengan ganas. Dasar sifatnya bawel, waktu bertempurpun dia masih sempat berceloteh sambil merintih, "Akhh.. kamu.. sadis.. ah.. ntar gua mau.. ohh.. lapor.. aakhh.. sama.. sama Vivi.. ahh!"

Pinggulnya ikut berpacu menyelaraskan dengan gerakanku, yang paling enak adalah saat sentakan kita saling berlawanan arah sehingga menambah tenaga tusukanku agar menancap lebih dalam, bila sudah begitu selalu histeris tapi tidak sehisteris waktu mengagetkanku tadi. Payudaranya juga ikut berayun-ayun kesana kemari, kedua putingnya kutangkap dengan jariku, kupuntir, kutarik, dan kupencet tanpa menyentuh dadanya, aku sengaja berbuat begitu agar dia penasaran dan memohon padaku. Benar saja perkiraanku setelah beberapa lama kumainkan putingnya tanpa menyentuh dadanya dia mulai memohon.

"Le.. ahh.. kamu kok.. oohh.. cuma mainin.. aahh putingnya.. remas dadaku Le.. please!"

"Hehehe.. gua kan udah janji mau ngebales loe tadi, tunggu aja sampai saatnya nanti Sin, hehehe," jawabku sambil tetap menggenjot lalu tangan kiriku menjambak rambutnya hingga kepalanya menengadah ke atas.

"Aaawww.. kamu.. kamu.. ahh.. jahat.. kasar.. awas ya nanti!" Puas hatiku menyiksa si bandel ini hingga tak berkutik memohon-mohon padaku. Menurutku bercinta dengannya lebih enak daripada Diana yang agak pasif, Sinta cukup pintar mengimbangi gerakan-gerakanku, staminanya pun lebih baik sedangkan Diana belum apa-apa sudah takluk, maklum Sinta ini orangnya rajin fitness.

"Uaah.. mau keluar Sin!" jeritku ketika mau mencapai puncak.

"Gua juga.. aahh.. ayo perdalam lagi.. ouchh!"

"Uahh.." begitu spermaku muncrat aku langsung berteriak dan meremas kedua buah dada Sinta dengan keras disusul pula oleh jeritannya.

"Aaakkhh sakiitt.. eenakk..!" Tanpa melepas batang kejantananku , kepalaku menyelinap ke balik ketiak kirinya, sasaranku adalah puting susu yang ranum itu. Mulutku menangkap benda itu lalu kusedot dengan gemas sementara tanganku masih meremas buah dadanya. Kubalikkan tubuhnya hingga kami saling berdiri berhadapan. "Sin, kamu nggak menyesal melakukannya padaku?" tanyaku, dia hanya menggeleng dengan nafas yang masih memburu, tubuhnya licin mengkilap karena berkeringat. "Le gua capek berdiri terus, bantu gua ke ranjang dong," pintanya. Maka kugendong dia ke ranjang dengan kedua tanganku sambil bercumbu mesra, kubaringkan dia di sebelah Diana yang sudah bangun, lalu aku duduk di tepi ranjang karena ranjangku tidak cukup berbaring 3 orang.

"Wuiih main sama Sinta ribut banget, sori ya ngebangunin Cici nih," kataku pada Diana.

"Eee.. loe yang sadis kok masih nyalahin gua, awas ya!" kata Sinta sambil menangkap kemaluanku dan menggenggamnya erat.

"Idiih.. idihh.. gitu ya, lepasin Sin malu tuh diliatin Ci Diana!"

"Minta ampun dulu, kalo nggak kagak bakalan gua lepas nih!"

"Iya, sori.. sori deh yang mulia putri, sekarang lepas dong!" gila bukannya dilepas malahan dijilatinya batang kejantananku yang masih ada sisa-sisa sperma dan cairannya itu.

"Kalian kok berantem melulu sih, lucu ah!" kata Diana lalu dia mendekati kami dan ikut menjilati batang kejantananku. Aku jadi merem melek keenakan menikmati permainan mulut mereka sambil mengelus-elus rambut indah Diana. Aku lalu menyandarkan badanku di ujung ranjang agar lebih nyaman, kedua gadis cantik ini kini berada di depanku sedang mempermainkan kemaluanku. Jilatan demi jilatan, emutan demi emutan membuatku menyemburkan kembali maniku namun kali ini sudah tidak banyak lagi yang keluar akibat terkuras pada ronde-ronde sebelumnya. Dengan rakusnya mereka berebutan melahap cairan putih itu sampai habis bersih, pada bibir-bibir mungil itu masih terlihat percikan spermaku.

Mereka lalu menyuruhku telentang di ranjang, aku tidak tahu mereka mau apa lagi tapi kuturuti saja. Diana lalu naik ke atas kemaluanku dan memasukkan batang itu hingga terbenam dalam kemaluannya, kemudian dia mulai bergoyang-goyang naik turun seperti naik kuda. Sinta naik ke atas wajahku berhadapan dengan Diana dan menyuruhku agar menjilati kemaluannya. Sambil kuelus-elus pantat yang mulus itu, lidahku menjelajahi liang kemaluannya, gerakan lidahku bervariasi dari berputar-putar membuat lingkaran, mempermainkan klitorisnya, menggigit lembut klistorisnya, menusukkan jari tengahku sampai mendorong-dorongkan lidahku ke liang itu.

Tanganku bargantian memijati kedua payudara Sinta dan mengelus paha serta pantatnya, suatu ketika kuraba payudaranya, tanganku juga bertemu tangan Diana di situ, jadi masing-masing payudara Sinta dipijati 2 tangan. Suara desahan mereka berdua memenuhi kamarku, terkadang suara itu berubah menjadi, "Emhh.. emhh.. emhh!" sepertinya itu suara mereka berdua sedang berciuman sehingga desahannya terhambat, aku tidak tahu persis karena waktu itu pandanganku tertutup tubuh Sinta.

Goyangan pinggul Sinta bertambah dahsyat ditambah lagi jepitan pahanya terkadang mengencang membuatku agak kewalahan mengatasinya, sementara Diana yang tidak kalah gilanya makin mempercepat gerakannya sehingga terasa sedikit sakit pada buah pelirku akibat tindihannya. Aku pun tak mau kalah, kubalas dengan menggerakkan pinggulku, kurasakan batang kejantananku sudah terasa licin dan hangat oleh cairan yang keluar dari liang kewanitaannya, bersamaan dengan itu terdengarlah jeritan histeris Diana yang tidak lama sesudahnya disusul erangan Sinta dan tetesan cairan kenikmatannya ke wajahku. Tubuh keduanya mengejang di atas tubuhku selama beberapa saat, kurasakan goyangan Diana mulai melemah sampai akhirnya berhenti, Sinta turun dari wajahku dan langsung menjatuhkan diri di sampingku. Kulihat tampang Diana sudah kusut, rambut panjangnya berantakan sampai menutupi sebagian wajahnya dan tubuhnya sudah bermandikan keringat, dia jatuh telungkup di atasku, payudaranya menindih dadaku, empuk dan nikmat sekali rasanya, lebih enak dari ditindih bantal bulu angsa sekalipun.

Begitu w bahkan Diana, gadis bagaikan gunung es itu sudah tidak perawan lagi, tapi aku tidak peduli soal itu yang penting kenikmatan yang kudapat waktu itu sangat hebat, lagipula liang kemaluan mereka masih sempit karena menurut pengakuan mereka jarang melakukannya karena pacar mereka tinggal terpisah jadi jarang bertemu. Gara-gara permainan liar malam itu besok paginya aku tidak ikut kuliah jam 7 karena tubuhku pegal-pegal terutama bagian pinggang seperti mau copot rasanya, kumatikan wekerku dan meneruskan tidur sampai jam 10.00 ketika si bandel Sinta menggedor pintuku, "Wei.. wei.. bangun pemalas, semalam ngapain aja loe!"

Cerita Ngentot Liarnya Gadis Setengah Baya

Cerita Ngentot Liarnya Gadis Setengah Baya ~ Seperti biasanya Berita Gue akan berbagi kumpulan cerita hanya di blog http://muna-fik.blogspot.com/ Berita gue akan Berbagi Cerita Ngentot, Cerita ML, Sex Porno dan Cerita Bercinta. Kali ini Berita gue mengambil topik cerita berjudul "Cerita Ngentot Liarnya Gadis Setengah Baya"




Berikut Cerita yang Berjudul "Cerita Ngentot Liarnya Gadis Setengah Baya"

Cerita Ngentot Liarnya Gadis Setengah Baya-Saya adalah seorang pria yang berusia 23 tahun dan saya baru saja selesai kontrakku dengan salah satu perusahaan pelayaran luar negeri. Sekarang saya adalah pengangguran sebab saya tidak punya rencana untuk kembali berlayar setelah 2 tahun lamanya. Semua yang saya ceritakan dibawah ini adalah nyata. Memang cerita ini terlalu bertele-tele bila dibandingkan dengan cerita-cerita yang pernah saya baca di ceritaserudewasa.info, namun inilah cerita yang ingin saya ceritakan bagi pembaca juga penggemar ceritaserudewasa.info. Cerita ini berawal dari seringnya saya pergi bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga papa saya di rumah sakit swasta di daerah Jatinegara, Jakarta Timur. Pada hari Minggu siang tanggal 5 November 2009, saya turun ke bawah tempat merokok di rumah sakit tersebut, namun di saat saya menikmati rokokku itu, di dekat tempat dudukku ada seorang wanita setengah baya yang kira-kira berumur 30 tahun. Ia tampak sibuk sekali menelepon sana-sini dengan handphone-nya untuk mencari jasa derek mobil untuk mobilnya. Entah karena saya merasa terganggu atau ada keinginan untuk membantu wanita itu, akhirnya saya beranikan diri untuk menawarkan jasa saya sebab siapa tahu kerusakannya masih sepele. 

Setelah mengumpulkan semua keberanian untuk menawarkan jasa saya akhirnya meluncur juga dari mulutku untuk membantu dia. “Eee.. maaf Tante, kalo saya boleh tau, mobil tante rusak?” tanya saya dengan ragu-ragu. “Iya Dik”, jawabnya singkat sambil tetap menghubungi seseorang dengan handphone-nya. “Eee.. kalo boleh tau, Tante.. mobil Tante apa merk-nya?” tanya saya lagi. “Honda, Honda Maestro”, jawabnya dan kali ini dia melihat saya. “Kalo boleh, saya coba bantu Tante buat benerin mobilnya Tante, sebab siapa tau saya bisa, Tante!” kata saya menawarkan pertolongan. “Eee.. boleh-boleh.. Ayo ke mobil saya yuk”, pintanya. Setelah itu kita berdua jalan meninggalkan tempat itu untuk menuju ke mobil wanita itu, yang ternyata tidak jauh dari tempat merokok. Setelah saya dibukakan pintu, saya coba starter mobilnya tapi hasilnya nihil. Dengan kasus seperti ini, saya katakan pada wanita itu bahwa ada kemungkinan bahwa ini masalah dinamonya dan saya sarankan untuk mendorong mobilnya sebab tidak ada masalah sehingga dia bisa tiba di rumahnya atau bengkel sebelum kesorean dan tidak perlu memanggil jasa derek mobil karena biayanya yang mahal. 

Dan sepertinya dia berpikir sejenak dan dia setuju dengan saran saya, hingga akhirnya saya memanggil salah satu satpam yang saya temui untuk meminta pertolongannya untuk mendorong mobil. Agh, akhirnya mobil wanita itu nyala juga dan seperti dugaanku bahwa masalahnya hanya masalah dinamo. Dengan posisi wanita itu di dalam mobil dan saya di luar sambil memperhatikan dia untuk meninggalkan saya, tiba-tiba dia memanggil saya dengan membuka kaca jendelanya dan mengucapkan terima kasih kepada saya sambil memberikan uang 2 lembar seratus ribu tapi saya tolak sebab pertolonganku adalah dari hati nuraniku bukan untuk meminta balasan namun dia tetap memaksa saya dan akhirnya saya ambil satu saja dan satunya lagi tetap di tangannya sambil mengucapkan bahwa itu saja sudah lebih dari cukup. Akhirnya dia mengalah karena saya tetap bertahan untuk tidak mengambil sisanya tapi dia membuka tasnya dan mengambil kartu namanya dan diberikan buat saya sambil menitip pesan bahwa kalau ada sesuatu atau saya sedang senggang diminta menghubungi dia, dan saya terima kartu namanya. Sebelum pergi, dia menanyakan nama saya sambil menyodorkan tangannya dan saya jawab bahwa nama saya Willi dan dia mengatakan bahwa namanya Lita. Dan akhirnya ia pergi dengan mobilnya dan saya tetap berdiri melihat mobilnya hingga hilang ditelan sebuah tikungan ke kanan. Dua hari setelah kejadian itu, papa saya meninggal dan saya sibuk menyelasaikan segala urusan yang berkaitan dengan papa saya mulai dari rumah sakit, rumah duka, dikremasi hingga jadinya Akte Kematian. Setelah semuanya selesai dan saya kembali pada kehidupanku yang hanya menghabiskan hari demi hari saya dengan jalan-jalan dengan teman-teman saya ke sana ke mari. Hingga pada suatu hari di bulan Desember 2009, saya teringat kembali dengan wanita yang saya kenal di rumah sakit dan saya cari kartu namanya dan akhirnya ketemu. 

Akhirnya saya hubungi Handphone-nya walaupun di kartu nama itu ada nomor telepon rumah dan kantornya. “Hallooo?!” terdengar jawaban seorang wanita dari sana. “Dengan Lita-nya ada? ini Willi”, jawab saya lengkap. Sejenak terdiam dan terdengar, “Iya ini Lita sendiri dan saya ingat kalo kamu yang nolong saya waktu saya di rumah sakit itu khan?” tanyanya yang terkesan menebak. “Iya.. ini saya Willi yang waktu itu”, jawab saya. “Eee.. gimana sekarang kamu, Will?” tanyanya. “Lagi senggang nich”, jawab saya. “Kayaknya untuk sekarang ini saya nggak bisa lama-lama ditelepon.. bagaimana kalau malam ini kita ketemu, saya mau traktir kamu makan malem, apa bisa?” sambungnya. “Iya bisa. Saya nggak ada acara”, jawabku singkat. “Oke kalo gitu kita ketemu di restaurant Tony’s Romas deket Ratu Plaza aja jam 7 malam ini, Oke? kamu tau khan?” jawabnya menjelaskan. “Iya saya tau, Oke dech sampe nanti”, jawabku. Seperti janjiku dengan Lita, saya datang ke Restaurant Tony’s Romas dan saya tiba 10 menit lebih awal. Dan pilih tempat duduk yang kira-kira saya bisa lihat kalau ada orang yang datang. Tepat jam 19.00, Lita datang, dan saya sangat terpana dengan pakaiannya yang begitu seksi. Dia mengenakan baju terusan warna merah dengan strip warna biru dengan model tali yang menggantung pada lehernya sehingga tampak dengan jelas punggungnya dan berarti dia tidak memakai BH dan rambutnya yang sepanjang bahu dia ikat ke atas sedang rambut depannya dibuat poni rata dengan alis matanya tapi dengan tekukan ke atas. Dadanya yang lumayan besar dan bulat seakan-akan mau keluar dari baju yang dia pakai. Wow, saya begitu terpana dengan apa yang saya lihat, tapi saya tidak terlalu terpana sebab saya harus memberitahu bahwa saya ada. 

Saya mengangkat tangan mengisyaratkan siapa tahu dia melihat. Ternyata ada seorang waiter yang melihat dan sepertinya dia tahu bahwa saya memanggil Lita, dan waiter itu pun mengatakan sesuatu pada Lita lalu menunjuk pada arahku. “Hi.. udah lama?” katanya membuka pembicaraan sambil duduk dan merapikan baju terusannya sepanjang mata kaki. “Belum”, jawabku singkat. “Eee.. kamu udah pesen? kalo belum, kamu mau pesen apa?” tanya dia. “Belum, saya belum pesen apa-apa”,jawabku sambil membuka buku menu. Setelah kita berdua memesan makanan, dan sambil menunggu makanan kami berbincang-bincang sana-sini dan akhirnya dia menanyakan bahwa mengapa saya ada di rumah sakit saat itu, dan saya jelaskan dan saya katakan pula bahwa papa saya sudah meninggal dan dia tampak kaget dan minta maaf kalau dia membuat saya sedih. Acara makan malam saya bersama Lita berlangsung lancar dan kita berdua mau pulang, dia memaksa mengantar saya pulang sebab selain hemat biaya lagipula ternyata rumah Lita searah dengan saya, dia tinggal di daerah Kelapa Gading dan saya yang menyetir dengan ijin dia terlebih dahulu. Dalam perjalanan, tanpa saya tanya, dia mengatakan bahwa dia sudah cerai dengan suaminya sejak anaknya berusia 6 bulan dengan alasan mantan suaminya itu punya simpanan. Saat dia menceritakan itu, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan sebab rasanya kalau diterus-teruskan mungkin akan membuat dia sedih dengan pengalaman pahitnya, hingga pada akhirnya mengatakan bahwa sebaiknya tidak perlu diteruskan sebab mungkin akan membuat dia ingat dengan masa lalunya itu tapi dia mengatakan bahwa dia ingin saya tahu dengan siapa yang dia kenal (maksudnya dia sendiri). Dari ceritanya, dapat saya simpulkan bahwa dia wanita karier yang lumayan bagus dengan kariernya. 

Setelah dia selesai menceritakan semuanya, kita terdiam sejenak dan hanya tembang-tembang Ebiet G Ade yang kita dengar. Tapi dengan tiba-tiba dan membuat saya kaget, Lita mendekatkan kepalanya dan menyandar diantara bahu dan ujung jok mobil. Saat itu saya tidak tahu harus bagaimana, jadi saya diam saja. Namun yang menambah kurang konsentrasinya saya dengan jalan adalah, setiap saya mengganti persneling, lengan saya bersentuhan dengan dadanya yang lumayan besar dan ini tidak mengubah cara dia duduk, dia tetap dengan posisinya. Setiap kali bersentuhan saya minta maaf padanya dan hati serta kemaluanku tegang. Rasanya saya teramat salah tingkah sebab selain menggangu pikiran saya, saya pun menikmati apa yang terjadi. Sampai pada akhirnya Lita memecahkan kesepian pada saat itu dengan mengatakan, “Will, kamu sudah pernah bercinta?” Wah, rasanya seperti disambar geledek dengar pertanyaan Lita. Setelah terdiam sebentar karena kaget, saya jawab pertanyaannya itu dengan jujur bahwa saya sudah pernah bercinta dan saya jelaskan pula bahwa itu dengan pacar saya. Lalu dia bilang, “Eee.. kayaknya kamu sekarang sudah terangsang ya dengan posisiku kayak gini ini?” sambil tangan kirinya dengan cepat meraba daerah kemaluan saya. Saya benar-benar terhenyak dengan sikap Lita dan saya biarkan tangan kirinya meraba-raba dengan halusnya kemaluan saya dari celana panjang saya sebab selain inilah yang yang inginkan, saya pun lagi-lagi dalam posisi sulit. Saya tidak tahu berapa lama dia meraba-raba kemaluan saya hingga pada akhirnya dia membuka reitsleting celana saya dan makin berani sehingga sekarang dia meraba-rabanya di celana dalam saya. Sambil meraba-raba dia bilang (dengan nada nakal dan manja), “Will, punya kamu ini besar ya?! panjang lagi.. dan kayaknya udah pengen maen nich.” Namun saya tidak memberi jawaban sebab selain saya tidak tahu harus menjawab apa, saya merasa sedang terbang. 

Dan saya pun tidak tahu pasti berapa lama dia meraba-raba kemaluan saya dari atas celana dalam saya. Hingga pada akhirnya dengan tiba-tiba kepalanya seperti terjatuh ke daerah kemaluan saya dan dia menjilat-jilat celana dalam saya dengan tangan kirinya yang tetap meraba-raba rambut kemaluan saya yang mungkin sebagian keluar dari celana dalam. Saya yakin bahwa celana dalam saya sudah basah dengan air liurnya sebab rasanya sudah agak lama dia jilati. Tidak berapa lama setelah saya berpikir seperti ini, dia membuka celana dalam saya dan langsung menelan semua kemaluan saya. Wah, rasanya benar-benar nikmat dan saya benar-benar harus membagi dua pikiran saya antara kenikmatan yang sedang saya rasakan juga jalanan. Karena saya pun terangsang dengan kuluman Lita, dengan berani saya memegang dadanya dan meremas-remas kecil. Walaupun saya tidak melihat, namun saya dapat membayangkan bagaimana rasanya apabila saya menghisapnya. Wah, sulit dikatakan. Hingga pada saatnya, saya mengatakan pada Lita bahwa saya rasa saya akan klimaks, tapi buru-buru dia menghentikan kulumannya dan mengambil posisi duduk normal. Dan dia bilang bahwa dia pun sudah terangsang dan ingin berhubungan seks. Dia mengajak saya menginap di salah satu hotel. Sebelum mengiyakan ajakan Lita, saya katakan bahwa saya harus memberitahu sama orang rumah bahwa saya tidak pulang agar mereka tidak perlu menunggu saya. Setelah semuanya sudah beres, akhirnya mobil yang kita tumpangi saya arahkan ke daerah Sunter, sebab saya tahu bahwa di situ ada hotel, walaupun saya belum pernah menginap di situ. Akhirnya kami tiba di hotel yang saya maksud dan saya beserta Lita masuk dan mengurus urusan-urusan di Front Office di hotel itu, dan setelah semua selesai dengan biaya yang ditanggung Lita, kami pun diantar ke kamar yang sudah dipilih dengan Bellboy. Setelah mengecek sana-sini dalam kamar, akhirnya Bellboy meminta ijin untuk keluar setelah menghidupkan TV dengan Channel MTV. 

Dan setelah terdengar suara pintu kamar kami ditutup oleh Bellboy, saya dan Lita dengan cepat saling berpelukan dan berciuman sambil berdiri karena sama-sama sudah tidak bisa menahan gairah seks masing-masing. Lita memang kelihatan sudah terangsang berat dan pandai berciuman sebab saya dapat merasakan permainan lidahnya yang sangat Hot. Sambil bermain lidah, tangan Lita dan tangan saya saling meraba-raba bagian terlarang satu sama lain. Tangan kiri saya tetap memegang bagian belakang kepala Lita sedang tangan kanan saya mengelus-elus bagian punggung Lita yang terbuka dan mulus putih tanpa cacat, sesekali meraba ke bagian tekukan bawah payudaranya. Sesekali tercium olehku aroma parfum yang dia gunakan. Sedangkan tangan kiri Lita menelusup ke bagian belakang celana saya sedang tangan kanannya merabanya dari depan mulai dari kemaluan saya hingga ke daerah pusar. Lama-kelamaan, tangan saya membuka sebagian baju bagian dadanya sehingga saya dapat memegang dengan jelas bentuk payudaranya. Saya rasakan bahwa besar payudara Lita terasa mantap dengan posisi jemari saya seperti mau mengambil payudaranya itu. Saya usap, elus dan mainkan puting susunya yang terasa makin lama makin agak keras. Dengan tetap sambil berciuman, memainkan lidah dan saling menggigit bibir bawah atau atas satu sama lainnya. Sedangkan tangan Lita sedang berusaha membuka celana saya dengan membuka reitsleting celana dan berusaha membuka ikat pinggang saya. Setelah celana saya dapat dibuka oleh Lita, dengan sigap dia mengambil kemaluanku yang sudah tegang dari balik celana dalamku lalu memaju-mundurkan tangannya sambil tetap menggenggam kemaluanku. 

Sambil meraba-raba dan tetap memainkan puting susunya, tangan saya yang lain berusaha untuk membuka kancing yang terletak di leher belakang Lita. Dan akhirnya saya dapat membuka kancing itu walaupun sedikit sulit sebab hanya dengan satu tangan. Begitu baju terusannya dapat saya buka, dengan otomatis baju terusan itu turun ke lantai sehingga payudara Lita sekarang sudah tidak tertutupi sesuatu apa pun. Dengan turunnya baju terusannya ke lantai, saya hentikan ciuman bibir dengan Lita dan saya langsung mencium bagian dada kiri dan kanan Lita yang begitu ranum dan kencang seakan-akan masih dalam pertumbuhan. Dalam setiap hisapanku atau permainan lidahku pada puting susunya, Lita mendesah kenikmatan, “Uuuh.. aaghh.. enakk..” dengan sesekali menambahkannya dengan nama saya dan disertai denga nafas yang memburu. Sedangkan tangannya dengan bergantian tetap memegang kemaluan saya dan mengocoknya. Setelah saya agak puas dengan payudaranya, jilatan, hisapan dan kecupan kecil saya mengarah ke bawah dan makin ke bawah dengan tetap diiringi desahan Lita yang saya rasa sudah terangsang karena kenikmatan. Namun tangan saya tetap meraba serta mengelus-elus payudaranya. Hingga pada akhirnya tangan Lita melepaskan kemaluan saya karena posisi kami yang tidak memungkinkan. 

Jilatan dan kecupan kecil pada bagian bawah dada Lita makin liar dengan makin tidak dapat mengontrol diri saya sendiri dengan gairah seks yang meluap-luap dan dengan sesekali saya membuka mata saya dan melihat bagian tubuh Lita yang putih bersih serta mulus dan lembut. Saya pun dapat merasakan detak jantungnya yang makin kencang. Sambil tetap menjilati dan memberi kecupan kecil, tangan saya dua-duanya meraba-raba bagian kemaluannya yang masih tertutup oleh celana dalam yang dia gunakan. Setelah saya meraba-raba dengan halus semua daerah kemaluannya serta bagian pantat Lita, baru saya ketahui bahwa dia mengenakan celana dalam dengan model tali yang mana lekukan pada daerah lubang analnya berupa tali dan melingkari pinggangnya pun berupa tali yang diikat pada bagian pinggang kiri. Dan ini menambah gairah seks saya yang membludak. Setelah dengan mudah dapat saya buka celana dalamnya, jilatan juga kecupan kecil, saya lanjutkan pada daerah kemaluannya hingga saya dapat merasakan bahwa saya sedang berada di beberapa centimeter di atas liang kewanitaannya. Daerah yang ditumbuhi oleh rambut-rambut yang tidak terlalu lebat dan terkesan dirawat rapi. Dan saya tetap menikmati dengan makin mendesahnya Lita dengan apa yang saya lakukan pada tubuhnya. Tangan saya pun mulai memainkan kemaluannya yang basah, saya meraba kemaluannya dengan jari telunjuk atau jari tengah saya dengan sesekali saya masukkan ke dalam kemaluan Lita. 

Sedang jempol saya, saya naik turunkan di daerah antara kemaluannya dengan rambut kemaluannya. Saya makin menikmati semua ini dengan menyentuh ujung lidah saya pada kemaluannya bagian atas. Tercium pula bau khas dari kemaluan Lita. “Ughhh, Will.. sayaaang.. kamu pintar sekali, sayang..” rintih Lita ketika saya menghisap-hisap klitorisnya dan sesekali menjilatnya. “Teruuus.. terus.. sayang.. agh.. ahhhh..” rintihnya sambil memegang kepala saya dengan kedua tangannya dan seakan-akan menekan wajah saya ke dalam kemaluannya. Waktu itu, saya agak sulit bernafas dengan posisi seperti ini, namun saya tetap menjilati dan memainkan klitorisnya. Agak lama saya memainkan klitorisnya dan sesekali memasukkan satu atau dua jari saya ke dalam kemaluan Lita. Mulanya yang sudah basah, sekarang hingga kering dan sekarang agak lembab dengan bercampurnya air liur saya. Mungkin karena saya yang terlalu menikmati yang sedang saya lakukan atau mungkin karena dia sudah terangsang, dengan tiba-tiba dari dalam kemaluan Lita menyembur cairan hangat yang belum pernah saya temui sebelumnya. 

Dengan menyemburnya cairan itu dari dalam kemaluan Lita, makin didorongnya kepala saya ke arah kemaluan Lita dan kali itu saya merasa sulit sekali bernafas namun kejadian itu tidak berlangsung lama sebab setelah itu, Lita melepaskan kepala saya sehingga saya dapat bernafas kembali. Namun saya tetap menjilati dan menghisapnya yang terasa agak lengket dan sedikit bau amis. Tak berapa lama setelah cairan itu menyembur, Lita mengangkat kepala saya, yang maksudnya agar saya berdiri. Saya pun berdiri dan wajah saya dekat dengan wajahnya. Dan Lita menciumi bibir saya dengan masih adanya sisa cairan yang menempel di bibir dan lidah saya. Ganas sekali dia menciumi saya yang diiringi dengan permainan lidah dan terengah-engah nafasnya. Setelah puas berciuman, Lita menghentikannya dan mengatakan, “Will, sekarang gantian.. saya yang mau menikmati tubuh kamu.” Sebelum aba-aba atau jawaban dari saya, Lita langsung membuka kaos saya dari bawah dan menelusupkan satu tangannya ke atas ke bagian dada saya. Sambil mengelus-elus dada saya, dia bilang bahwa dada saya lapang, tidak seperti suaminya yang seolah-olah mempunyai buah dada. Lita pun mengatakan bahwa perut saya tidak gendut, seperti peminum minuman keras. Setelah saya membuka kaos saya sendiri, dengan segera Lita memulai kecupan kecil di daerah dada saya dan sesekali menjilatinya, sedangkan tangannya menuju pada kemaluan saya dan seperti semula, dia memaju-mundurkan kemaluan saya. “Aaah.. aaah.. enak, Luc”, desahku kenikmatan karena selain dijilati atau dikecup, kemaluanku pun dikocok-kocok dengan pelan-pelan namun pasti. 

Seperti halnya yang saya lakukan pada tubuh Lita, Lita pun menjilati, mengecup dan menghisap semua bagian depan tubuhku dan makin lama makin ke bawah hingga akhirnya pada kemaluanku. Pada saat di kemaluanku, Lita langsung mengulumnya seakan-akan mau menelan semua kemaluanku yang kira-kira panjangnya 16-18 centimeter. “Aaagghh.. aah.. eeenak, Luc!” desahku agak keras tidak bisa menahan rasa nikmat yang saya rasakan begitu Lita memainkan lidahnya di bagian lubang kemaluanku. Tidak bisa saya ungkapkan kenikmatannya dan saya benar-benar menikmati apa yang saya rasakan. Lama sekali Lita menghisap, menjilat, mengulum dan memainkan kemaluan saya, dia pun menjilati lubang anal saya. Hingga pada akhirnya terlintas dalam pikiran saya untuk menyelesaikan pemanasan ini dan memulai berhubungan seks. Seperti halnya yang Lita lakukan pada saya dengan mengangkat kepala saya dari kemaluannya, begitu pula yang saya lakukan untuk menghentikan kulumannya pada kemaluan saya. Saya angkat kepalanya dan saya dekatkan wajahnya kepada saya lalu menciumnya dengan kecupan-kecupan sesekali menciumnya dengan sedikit memainkan lidah. 

Saya pun menuntun Lita untuk tiduran di kasur dengan posisi telentang. Setelah saya beri ciuman dan sedikit kecupan kecil pada bibirnya, saya memegang kemaluan saya dan mengarahkan pada liang senggamanya. Kedua kakinya yang telah dibuka olehnya membuat saya lebih mudah untuk memasukkan kemaluan saya. Sambil memasukkan kemaluan saya, saya lihat raut wajah Lita. Dia tampak mengejamkan kedua matanya sambil mendesah, “Ooohh.. eeemhhh..” lalu menahan nafas sejenak, sedangkan kedua tangannya memegang kedua pantat saya lalu mencekeramnya agak keras. Sambil mengeluarmasukkan kemaluan saya ke kemaluan Lita, saya menekuk kedua kakinya dengan kedua tangan saya sehingga telapak kaki dan tulang keringnya terangkat. “Uuughh.. esshhh.. aaahh.. eenak.. sayang..” desah Lita sambil memejamkan matanya. Saya pun mendesah kenikmatan dengan keluar masuknya kemaluan saya di dalam kemaluan Lita. “Aaahh.. eeessh.. Luss.. eenak..” Kira-kira kami melakukan posisi itu selama 5 menit, lalu saya angkat kedua kakinya sehingga menghimpit kepalaku dan tetap mengeluarmasukkan kemaluanku. Dan saya tidak tahu berapa lama saya dan Lita melakukan posisi ini hingga akhirnya Lita menarik saya untuk mendekatkan kepala saya dengan kepalanya, lalu dia mendekap punggung saya dengan erat bahkan saya merasa sangat keras. 

Dan mendesah panjang, “Eeenghhh… eeesshhh.. eeenakk..” Lalu Lita menghentikan sebentar dan mengeluarkan kemaluan saya dari kemaluannya. Ia lalu menungging dan saya tahu maksudnya dan tanpa disuruh olehnya, saya mengarahkan kemaluan saya untuk kembali menghujam kemaluan Lita. Sambil memegang kedua belah pantatnya bagian atas, saya tetap mengeluarmasukkan kemaluan saya dan sesekali saya melihat reaksi Lita yang mengangkat sedikit kepalanya ke atas dan sesekali mengibaskan rambutnya sambil mendesah-desah kenikmatan, “Aaaghh… eeesshh.. terus sayang..” Rasanya lama sekali melakukan hubungan seks, hingga saya merasa sedikit kelelahan begitu juga Lita, hingga saya putuskan untuk mempercepat gerakanku. Makin kupercepat kemaluanku di dalam kemaluan Lita. Dengan makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan saya dengan kemaluannya yang telah diulasi oleh cairan dari kemaluan Lita. 

Saya pun sesekali memegang payudaranya dengan kadang meremasnya sebab saya rasa payudaranya akan naik turun dan menggantung karena posisinya. “Aaakhh.. enakk!” desah Lita sedikit teriak. “Luc.. saya mau keluar nich.. eeesshh..” desahku pada Lita. “Keluarin di dalem aja, Will.. eesshh..” jawabnya sambil mendesah. Hingga akhirnya saya merasa bahwa saya akan mencapai puncak, saya agak menunduk mengikuti posisi Lita yang menungging dan saya pegang kedua buah dadanya sambil sedikit meremas keduanya. “Uuugghh.. aaaggh.. eeenak Luss” teriakku agak keras dengan bersamaannya sperma saya yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Lita. Setelah saya berdiam sejenak setelah ejakulasi, saya keluarkan kemaluan saya dan saya tuntun tubuh Lita untuk membalik sehingga kami dapat berpelukan. Sambil saling memeluk, Lita mengatakan bahwa saya hebat dan dengan ijin saya, dia ingin menceritakan ini pada temannya. Waktu itu, saya katakan bahwa tidak ada masalah andai dia ingin menceritakan ini pada temannya sebab (waktu itu) saya pikir, Lita tidak akan mengenalkan temannya itu pada saya. Kami pun hening sejenak sambil tetap saling berpelukan dan tubuh masih dalam keadaan telanjang bulat dan saya pun masih dapat mencium bau parfum yang Lita gunakan. Dalam keheningan itu, terdengar dengan samar-samar lagu When You Said Nothing At All yang dibawakan oleh Ronan Keating dari pesawat TV yang ada. 

Kami pun secara bersamaan tersentak dan ingin melihat. Lalu kami saling meregangkan pelukan kami, dan Lita mengambil remote Tv yang berada di atas meja dekatnya lalu menambah volume suaranya. Seks stw lainya bisa anda baca di ceritaserudewasa.info Setelah itu, Lita mengajak saya untuk berpelukan lagi, saling mendekap lagi sambil menikmati lagu Ronan Keating tersebut. Saya lihat jam tangan, jam menunjukan pukul 12.45 dini hari. Dan kami pun tertidur hingga kita berdua bangun bersama-sama sekitar jam 07.00 pagi, karena ada seberkas sinar matahari. Setelah mandi, akhirnya kita sepakat untuk keluar dari hotel tersebut dan Lita mengantarkan saya pulang hingga di depan rumah, setelah itu dia akan kembali ke rumahnya hanya untuk mengganti pakaian dan diteruskan ke kantor. Di dekat rumah, Lita mengatakan bahwa dia sangat puas dan ingin mengulang kembali apa yang terjadi tadi malam dan dia mengeluarkan sejumlah uang yang saya kira cukup banyak buat saya. Katanya saat itu, “Will.. ini buat kamu.. siapa tau bisa bantu-bantu kamu kalau kamu pengen beli sesuatu..” namun belum selesai penjelasannya, saya jawab bahwa saya tidak mau menerima uang sesen pun dari dia sebab apa-apa yang saya lakukan adalah karena atas dasar suka sama suka dan saya pun mengatakan bahwa saya akan merasa sangat terhina kalau dia tetap memaksa saya untuk menerima uang itu. 

Akhirnya dia mengalah dan kita terdiam sejenak dan dia mengambil handphone-nya dan mengatakan bahwa itu adalah pemberian dari dia bukan balasan atas yang saya lakukan, dia pun menjelaskan agar dia dapat menghubungi saya. Setelah saya pikir-pikir sambil dia tetap berharap agar saya menerima itu, akhirnya saya mau juga karena saya pikir handphone ini tidak akan selamanya, saya dapat mengembalikannya suatu saat nanti. Setelah tiba di rumah, saya pun memohon diri dan sempat memegang tangannya bahwa apa yang dia rasakan antara saya dan dia, mungkin yang saya rasakan pada saat itu. Hari itu Lita menelepon saya dua kali lewat handphone-nya, yang pertama mengatakan bahwa dia sudah tiba di rumah dan yang kedua adalah dia sudah berada di kantor. Sejak itu, Lita tidak pernah menghubungi saya lagi. Tadinya saya pikir bahwa dia sibuk, dan saya pun sadar dengan posisi saya. Hingga akhirnya saya dihubungi seorang wanita lewat handphone pemberian Lita. Wanita itu mengatakan bahwa Lita pernah cerita semuanya tentang hubungan saya dengan Lita mulai dari mula hingga akhir, dan wanita ini mengatakan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu pada saya dan ingin ketemu dengan saya. Hingga pada akhirnya saya setuju untuk bertemu tanggal 8 Desember di suatu Mall. 


Dalam pertemuan tersebut, wanita itu yang seumur dengan Lita yang mengaku sebagai temannya dan mengaku bernama Julliet ini mengatakan bahwa ada pesan dari Lita untuk mengatakan yang sebenarnya pada saya bahwa Lita telah bersuami dan sudah 1.5 tahun belum dikarunia anak dan dikatakan bahwa suaminyalah yang tidak mampu berproduksi sebab Lita secara diam-diam sudah memeriksakan dirinya tanpa sepengatahuan suaminya, dan pesan Lita yang terakhir adalah dia menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya untuk saya sebab Lita tidak ingin bertemu dengan saya lagi. Julliet ini pun mengatakan bahwa ia ingin melakukan hal yang sama seperti Lita namun bukan dengan tujuan untuk memiliki anak sebab ia mengatakan bahwa ia dan suaminya tanpa masalah dalam memproduksi anak, yang jadi masalah adalah suaminya yang setelah selesai hubungan seks, ia selalu langsung meninggalkan Julliet tidur. “Jadi, andai Lita hamil, ada kemungkinan bahwa itu adalah benih saya”, pikirku.